menulis apa saja; sekadar melawan lupa

Aug 1, 2012

Gerobak

Saya lelah sekali, seharian berada di luar.
Lepas shalat subuh saya berangkat dari Bandung menuju Jakarta. Hari ini jadwal medical check-up, sebagai syarat pekerjaan survey di offshore. Banyak informasi yang miss mengenai apa saja yang akan diperiksa. Mereka meminta sampel darah dua kali, salah satu di antaranya adalah dua jam setelah makan. Padahal hari itu saya puasa, dan mereka meminta saya untuk membatalkannya. Karena saya tidak rela, maka disarankan untuk ambil darah dua jam setelah buka. Akhirnya saya tunggui magrib dengan menghabiskan waktu di masjid, ya mau ke mana lagi, tak ada kenalan di sekitar situ. Setelah berbuka gratis, saya tinggal lagi barang satu jam sampai masuk isya. Jadi ketika orang-orang berdatangan hendak menunaikan tarawih, saya malah dengan santai menggendong tas keluar dari masjid.

Tidak cukup sampai di situ ke-miss information-annya, ternyata untuk mengambil sampel urine, pasien tidak boleh mengkonsumsi obat setidaknya tiga hari sebelumnya, dan seingat saya, semalam, dengan penuh percaya diri demi mendapatkan tidur yang nyenyak setelah berjibaku dengan pilek yang mengganggu, saya tenggak satu biji tablet Tremenza. Maka dengan santai, dokter yang cantik itu bilang,

"Kamu datang lagi ya tiga hari berikut!"

"Iya deh, demi kamu saya akan datang lagi, jangankan tiga hari berikut, setiap hari bahkan, kalau kamu minta, saya akan datang," jawabku, dalam hati tapi.

Akhirnya semua urusan baru bisa rampung pukul setengah sembilan malam. Saya masih harus menempuh jarak sekitar tiga puluh kilometer lagi untuk sampai di rumah. Malam ini saya menuju Bekasi, rumah teman. Memikirkannya saja sudah menguras tenaga, belum lagi macet yang semakin menggila.

Saya tersiksa menahan kantuk, punggung sakit memikul daypack yang berat sambil berdiri berpegang pada handrail/bus hanger, lompat dari pintu angkot yang satu ke pintu angkot yang lain: empat kali.

Setiba di gerbang kompleks, saya masuk menyusuri jalan dengan berjalan kaki. Udara malam terpaksa saya anggap segar karena pembandingnya adalah polusi jalan ibukota seharian tadi. Sudah jam sebelas malam. Sepanjang pandang, semakin ramai tempat ini dibanding tujuh bulan yang lalu, ketika terakhir saya berkunjung. Namun, ada satu hal yang tidak berubah, pemulung masih menjadi manusia-manusia malam, berjalan menyisir setiap tong sampah di depan ruko-ruko yang berdiri dari ujung ke ujung.

Sebuah gerobak terparkir dalam keadaan sarat muatan. Pegangannya mendongak ke atas. Perlahan dari arah depan saya lihat pemiliknya. Ketika persis berada di sisi saya yang berjalan ke dalam, saya sempat menengok, ada seorang perempuan dan anak kecil sedang duduk di dalam gerobak tersebut. Mungkin dia berhenti karena sedang istirahat, karena lelah menarik gerobak yang berisi barang bekas, dan juga keluarganya.

Setelah melewatinya beberapa langkah, saya berhenti, di belakangku ia pun belum bergerak. Saya merogoh saku, mengangsurkannya selembar uang.

*

Semua kelelahan serta keluhan yang saya alami sepanjang hari ini menjadi tidak ada apa-apanya, saya baru saja diperlihatkan sebuah scene pembanding yang cukup memilukan. Malam ini, saya merasa seperti membeli energi, full charged. Saya bugar kembali setelah berlalu meninggalkan pemulung yang bersiap pergi mengangkut seluruh harta bendanya entah hendak dibawa ke mana.

Bulan Ramadhan baru saja digelar, masih di sepertiga awal.

Allah Kariim.


***

Bekasi, 31 Juli 2012


© Technology 2013 All rights reserved Template by Buhth