menulis apa saja; sekadar melawan lupa

Sep 28, 2010

Habibi


Dia  terlahir sebagai Habibi, kalau tidak salah, lengkapnya Muhammad Habibi. Tapi entah sejak kapan dia dipanggil dengan nama Dofo. Dulu, di kampung ada trend mengganti nama panggilan sesuka-suka kita, yang kita rasa-rasa kira-kira keren. Aku mengenalnya ketika  SMP, waktu itu di kampung kami lagi musim balap sepeda.

Tiba-tiba aku ingin menulis sesuatu tentang Dofo setelah sekitar delapan tahun tak bertemu, sambil mengais-ngais ingatanku yang payah untuk mengingat jaman-jaman yang lama.

Aku teringat pada sebuah baju bergambar mobil bertuliskan Land Rover, dengan merek C59, berwarna biru tua. Aku membelinya ketika menjelang lebaran. Suatu sore, aku memakainya ketika  hendak les sore di sekolah. Angkot yang aku tumpangi waktu itu ternyata sudah berisi beberapa penumpang, salah seorang diantaranya adalah Dofo yang langsung tertawa begitu melihatku. Setelah aku perhatikan, ternyata baju yang kami kenakan sama persis.

Di sekolah, hampir semua anak laki-laki mengenal  Dofo. Dia terkenal bengal, mungkin karena pengaruh lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Tapi, di sisi lain, Dofo juga adalah orang yang setia kawan, dan paling suka bercanda. Di antara teman-teman sebaya, Dofo menjadi salah seorang yang disegani. Kalau kamu tergolong anak yang nakal, bertemanlah dengan Dofo, niscaya dia akan menjadi “partner in crime” yang baik. Kenangan ketika bersama-sama melompati pagar sekolah dan dikejar-kejar guru yang mencari siswa-siswa berambut panjang berkelebat di kepalaku. Aku dan Dofo termasuk DPO kala itu. Di penghujung masa SMA, nasib sial menimpa Dofo dan dua orang kawan lainnya. Ditemukan sebuah barang bukti berupa botol minuman yang berakhir dengan keputusan ia dikeluarkan dari sekolah. Sebagian besar anak kelas tiga berkumpul di depan koperasi sekolah, untuk sekedar bersimpati menyesali keputusan itu. Padahal sebentar lagi kami Ebtanas. Namun sebenarnya, keputusan itu tidak berarti apa-apa bagi pertemanan kami, karena sekolahnya saja yang pisah, toh hampir setiap malam kami bertemu di rumah salah seorang teman, rumah yang kami sebut sebagai Barak.

Selain kenangan tentang  baju Land Rover itu, aku juga teringat akan sebuah jaket berwarna biru putih. Dofo meminta kepadaku untuk dibuatkan sulaman di sisi belakang jaket itu dengan tulisan “Bharaq”. Jaket itu aku bawa pulang ke rumah dan mengerjakannya hingga tengah malam. Besoknya, lepas jam sekolah aku memperlihatkan hasilnya, dan dia sangat senang. Dia selalu memamerkannya kepada teman-teman yang lain, dengan bangga.

Ingatan itu seperti keping-keping puzzle. Dan tentang hubungan pertemanan dengan Dofo, aku tidak mampu menyusunnya dengan lengkap. Kabar terakhir yang aku dengar, setelah tamat SMA, Dofo ikut di kapal pencari ikan hingga ke Kupang. Meskipun itu tidak berapa lama dan pada akhirnya dia kembali juga ke kampung, aku tidak pernah sempat bertemu dengannya. Padahal Dofo adalah salah satu dari daftar teman yang selalu ingin kutemui setiap aku pulang. Hingga mudik lebaran kemarin pun, aku lagi-lagi tidak sempat bertemu. Rumah kami, bahkan, tidak terpaut cukup jauh jaraknya.

***

Beberapa hari kemarin, aku dikagetkan oleh sms dari seorang kawan yang berisi permohonan doa untuk Dofo yang sedang berjuang melewati masa kritis. Dia menjadi korban tabrak lari dari sebuah mobil berplat merah.  

Setelah empat hari terbaring koma, kemarin pagi Dofo meninggal.

Tags: ,

No comments:


© Technology 2013 All rights reserved Template by Buhth